Ibadah kepada Allah dibangun atas dua unsur pokok:
1. Kecintaan kepada Allah Ta’ala
2. Kerendahan di hadapan Allah Ta’ala
Dua dasar ini dibangun atas dua fondasi utama:
1. Mengakui adanya karunia Allah Ta’ala, keutamaan, kebaikan,
rahmat dan kasih sayang-Nya yang menimbulkan rasa cinta (mahabbah).
2. Menyadari akan kelemahan diri, dan amal perbuatan yang mendorong
tumbuhnya sikap rendah diri di hadapan Allah Ta’ala.
Jalan yang paling dekat membawa seorang hamba untuk menjumpai
Rabbnya adalah sikap faqiir (butuh) akan rahmat Allah. Ia tidak
memandang dirinya kecuali dalam keadaan membutuhkan, dan tidak pula melihat
bahwa apa yang ada pada dirinya meliputi keadaan, kedudukan, dan sebab
tergantung pada dirinya sendiri, dan tidak pula dengan sarana-sarana yang
dianugerahkan kepadanya. Namun, ia mengakui ketergantungannya kepada Allah
secara mutlak. Jika tidak bersikap demikian, maka ia akan merugi dan celaka.
Firman Allah Ta’ala:
{وَمَا
بِكُم مِّن نِّعْمَةٍۢ فَمِنَ ٱللَّهِ ۖ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ ٱلضُّرُّ فَإِلَيْهِ
تَجْـَٔرُونَ (53) ثُمَّ إِذَا كَشَفَ ٱلضُّرَّ عَنكُمْ إِذَا فَرِيقٌۭ مِّنكُم بِرَبِّهِمْ
يُشْرِكُونَ (54) لِيَكْفُرُوا۟ بِمَآ ءَاتَيْنَٰهُمْ ۚ فَتَمَتَّعُوا۟ ۖ فَسَوْفَ
تَعْلَمُونَ (55) }
“Dan apa saja nikmat yang
ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh
kemudaratan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan. Kemudian
apabila Dia telah menghilangkan kemudaratan itu daripada kamu, tiba-tiba
sebahagian daripada kamu mempersekutukan Tuhannya dengan (yang lain), biarlah
mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka; maka
bersenang-senanglah kamu. Kelak kamu akan mengetahui (akibatnya).” (Q.S.
An-Nahl: 53-55)
Sumber: Mukhtashar Al-Fiqh Al-Islaamy, Muhammad
bin Ibrahim At-Tuwaijiry
Ensiklopedi Islam Al-Kamil, Pustaka Darus Sunnah
No comments:
Post a Comment