Pada suku-suku bangsa Indonesia ruh pribadi itu ada
namanya sendiri-sendiri, seperti semangat artinya ‘yang panas’ tonoana
artinya yang kecil, di Sulawesi ada yang diberi nama ‘aku kedua’ dan
sebagainya. Orang Indonesia purbakala ada yang menyamakan ruh itu sama dengan
bayangan orang. Banyak hal atau peristiwa yang ada hubungannya dengan bayangan
ini, misalnya kepercayaan orang tidak boleh menginjak bayangan orang lain,
orang tidak boleh makan pada tempat yang jatuh bayangan orang lain dan
sebagainya.
Nama orang dianggap penjelmaan dari
ruhnya. Oleh karena itu apabila orang mengenal nama orang
lain maka ia dapat menguasainya. Ruh manusia dianggap sebagai barang yang enteng
(ringan) seperti kupu-kupu dan burung mudah terbang ke mana-mana. Ada
kepercayaan apabila ada kupu-kupu masuk ke rumah suatu tanda akan ada tamu
jauh yang datang.
Ruh dapat meninggalkan badan tanpa meninggalkan
kerusakan pada badan itu. Hanya kalau perpisahan itu terlalu lama maka badan
lambat laun menjadi rusak, kemudian mati. Selama tidur, ruh meninggalkan badan
dan pergi berkeliling, maka segala sesuatu yang dilihat sepanjang perjalanan,
menjadi mirip bagi yang mempunyai ruh itu. Oleh karena orang hidup dengan cara
demikian maka ruhnya dapat bertemu dengan ruh orang-orang yang sudah mati,
maka mimpi itu mendapati arti yang besar dan dapat dianggap suatu ramalan.
Oleh keinginan yang kuat atau oleh kekagetan yang mendadak, oleh ketidakpuasan,
oleh keadaan hidup yang tak menyenangkan karena kekurangan dan lain sebagainya,
maka akhirnya terjadilah ruh itu lari meninggalkan badan. Untuk menjaga jangan
sampai demikian, maka orang mengikatkan sesuatu pada pergelangan-pergelangan
tangan dan kaki. Adapun tempat-tempat ruh keluar dari badan atau masuk
badan adalah ubun-ubun kepala, tempat atau lubang pernapasan besar, selanjutnya
segala lubang dari badan, yaitu mulut, telinga, mata, demikian pula
persambungan tulang-tulang. Ruh seseorang dapat dibujuk oleh orang lain agar
ia keluar dari badan. Dengan demikian orang percaya secara umum, bahwa apabila
orang memiliki kuku, rambut, pakaian, sisa-sisa makanan orang lain, maka ia
dapat berkuasa atas ruhnya, sehingga dapat merusak tubuhnya. Dalam waktu
perang ruh-ruh lawan dibujuk agar dapat menguasai badannya. Orang yang telah
mati sering terjadi ruhnya membawa ruh orang yang masih hidup, yang dapat
menyebabkan matinya orang-orang yang ruhnya dibawa oleh ruh si mati tadi.
Kepercayaan tersebut di atas itu menyebabkan orang-orang
Indonesia menemukan cara-cara mengambil kembali ruh-ruh orang-orang yang
disangka telah hilang. Dalam kejadian-kejadian biasa orang
memanggil-manggil ruh yang hilang hanya dengan suara saja. Apabila hal itu
tidak berhasil, maka orang pergi ke tempat-tempat ruh itu tinggal. Maka dengan
segala usaha dan pelbagai cara orang berdaya upaya agar dapat menguasainya dan
dengan secara hati-hati ruh tadi dibungkus dengan sehelai kain dibawanya
kembali kepada si sakit. Biasanya pengambilan kembali ruh itu dilakukan
orang-orang tertentu, yang dianggap ahli dan mempunyai pengalaman. Orang itu
biasa disebut DUKUN!
Apabila orang mengira bahwa ruh itu dipegang
erat-erat oleh sesuatu makhluk halus yang lain atau oleh kerabatnya yang telah
meninggal, maka dukun menyuruh ruhnya sendiri untuk meninggalkan badannya
pergi mencari ruh si sakit. Di sana-sini orang yang kesurupan
(kemasukan) oleh suatu makhluk halus yang dapat memberikan petunjuk-petunjuk
yang diperlukan untuk membawa ruh itu kembali ke bada si sakit. Sebagai
suatu tanda kembalinya ruh itu, maka si sakit berbangkis (bersin).
Ada makhluk halus asal dari ruh orang
perempuan yang mati karena melahirkan, namanya kuntilanak. Ia
sangat ditakuti orang, karena selalu berkeliling mencari orang yang juga sedang
melahirkan akan diganggu agar seperti dia.
Ada kepercayaan, bahwa orang yang sangat dicintai,
kemudian ia meninggal dunia, maka ruhnya suka mengajak atau membawanya yang
dicintainya itu untuk dibawa ke alam ruh. Untuk mencegahnya, maka orang
berusaha memutuskan hubungan dengan cara menaburkan abu sepanjang jalan yang
dilalui si mati atau sekeliling rumah si mati. Mandi sesudah menguburkan
jenazah ialah suatu usaha untuk memutuskan hubungan antara si mati dengan yang
masih hidup.
Haulan seorang Habib Sumber foto: Solo Pos |
Ruh pada hari-hari pertama dari kematian
dianggap masih berdiam di tempat-tempat yang disenangi sewaktu hidupnya, jadi
pertama-tama di rumahnya sendiri. Oleh karena itu, sesudah kematian, orang
membuat tempat tidur untuk ruh si mati dan disediakan makanan yang diganti tiap
hari sampai tiga hari. Kemudian pada hari ketiga disediakan makanannya
agar lebih baik, karena ruh si mati akan keluar rumah, tinggal di luar rumah
sampai hari ketujuh. Pada waktu itu disediakan makanan agar lebih mewah,
selanjutnya si mati pergi agak jauh, kemudian hari keempat puluh (ke-40)
ia menjenguk pula, juga disediakan makanan. Demikianlah berturut-turut sampai
hari keseratus (ke-100), haul (ulang tahun) pertama, haul
tahun kedua dan hari keseribu (ke-1000). Selanjutnya tidak diberikan
persediaan makanan lagi, karena dianggap sudah mendapatkan tempat tinggal yang
tetap.
Tidak semua ruh orang meninggal dihormati, hanya
orang-orang yang dipandang berjasa saja yang mendapat penghormatan. Dalam
peperangan orang-orang yang telah gugur, waktu perang-perang yang lalu ruhnya
dipanggil kembali untuk membantu dalam peperangan, karena dianggapnya ruh-ruh
yang mati dalam peperangan itu masih mendendam untuk membalasnya.
Pada tiap-tiap desa di Bali terdapat rumah-rumah
yang disediakan untuk menghormati ruh-ruh orang yang sudah berjasa, namanya pura.
Sejak zaman purbakala cara itu sudah ada.
Di mana-mana di Indonesia terdapat banyak orang
menggunakan barang-barang milik si mati dalam praktek-praktek spiritisme yang
sama dilakukan orang di Eropa, yang dianggap memperolah jawaban dari
makhluk-makhluk halus atas kepercayaan mengenai keadaan-keadaan yang tidak
diketahui, umpama ingin mengetahui tentang pencurian dan sebagainya.
Kadang-kadang barang itu dijadikan mediaum (perantara atau wasilah) untuk
berhubungan dengan ruh yang sudah mati.
(Encyclopaedie van Nederlandsch Oost-Indie I,
Pulus J, 1917, hal. 53)
Sumber: Aliran Kebatinan dan
Kepercayaan di Indonesia
Disusun dan diketik ulang oleh Hasan Al-Jaizy
SERIAL "KEPERCAYAAN ANIMISME"
No comments:
Post a Comment