Tuesday, March 5, 2013

KEPERCAYAAN ANIMISME: Kepercayaan Kepada Ruh Pribadi Manusia



Pada suku-suku bangsa Indonesia ruh pribadi itu ada namanya sendiri-sendiri, seperti semangat artinya ‘yang panas’ tonoana artinya yang kecil, di Sulawesi ada yang diberi nama ‘aku kedua’ dan sebagainya. Orang Indonesia purbakala ada yang menyamakan ruh itu sama dengan bayangan orang. Banyak hal atau peristiwa yang ada hubungannya dengan bayangan ini, misalnya kepercayaan orang tidak boleh menginjak bayangan orang lain, orang tidak boleh makan pada tempat yang jatuh bayangan orang lain dan sebagainya.

Nama orang dianggap penjelmaan dari ruhnya. Oleh karena itu apabila orang mengenal nama orang lain maka ia dapat menguasainya. Ruh manusia dianggap sebagai barang yang enteng (ringan) seperti kupu-kupu dan burung mudah terbang ke mana-mana. Ada kepercayaan apabila ada kupu-kupu masuk ke rumah suatu tanda akan ada tamu jauh yang datang.

Ruh dapat meninggalkan badan tanpa meninggalkan kerusakan pada badan itu. Hanya kalau perpisahan itu terlalu lama maka badan lambat laun menjadi rusak, kemudian mati. Selama tidur, ruh meninggalkan badan dan pergi berkeliling, maka segala sesuatu yang dilihat sepanjang perjalanan, menjadi mirip bagi yang mempunyai ruh itu. Oleh karena orang hidup dengan cara demikian maka ruhnya dapat bertemu dengan ruh orang-orang yang sudah mati, maka mimpi itu mendapati arti yang besar dan dapat dianggap suatu ramalan. Oleh keinginan yang kuat atau oleh kekagetan yang mendadak, oleh ketidakpuasan, oleh keadaan hidup yang tak menyenangkan karena kekurangan dan lain sebagainya, maka akhirnya terjadilah ruh itu lari meninggalkan badan. Untuk menjaga jangan sampai demikian, maka orang mengikatkan sesuatu pada pergelangan-pergelangan tangan dan kaki. Adapun tempat-tempat ruh keluar dari badan atau masuk badan adalah ubun-ubun kepala, tempat atau lubang pernapasan besar, selanjutnya segala lubang dari badan, yaitu mulut, telinga, mata, demikian pula persambungan tulang-tulang. Ruh seseorang dapat dibujuk oleh orang lain agar ia keluar dari badan. Dengan demikian orang percaya secara umum, bahwa apabila orang memiliki kuku, rambut, pakaian, sisa-sisa makanan orang lain, maka ia dapat berkuasa atas ruhnya, sehingga dapat merusak tubuhnya. Dalam waktu perang ruh-ruh lawan dibujuk agar dapat menguasai badannya. Orang yang telah mati sering terjadi ruhnya membawa ruh orang yang masih hidup, yang dapat menyebabkan matinya orang-orang yang ruhnya dibawa oleh ruh si mati tadi.


Kepercayaan tersebut di atas itu menyebabkan orang-orang Indonesia menemukan cara-cara mengambil kembali ruh-ruh orang-orang yang disangka telah hilang. Dalam kejadian-kejadian biasa orang memanggil-manggil ruh yang hilang hanya dengan suara saja. Apabila hal itu tidak berhasil, maka orang pergi ke tempat-tempat ruh itu tinggal. Maka dengan segala usaha dan pelbagai cara orang berdaya upaya agar dapat menguasainya dan dengan secara hati-hati ruh tadi dibungkus dengan sehelai kain dibawanya kembali kepada si sakit. Biasanya pengambilan kembali ruh itu dilakukan orang-orang tertentu, yang dianggap ahli dan mempunyai pengalaman. Orang itu biasa disebut DUKUN!

Apabila orang mengira bahwa ruh itu dipegang erat-erat oleh sesuatu makhluk halus yang lain atau oleh kerabatnya yang telah meninggal, maka dukun menyuruh ruhnya sendiri untuk meninggalkan badannya pergi mencari ruh si sakit. Di sana-sini orang yang kesurupan (kemasukan) oleh suatu makhluk halus yang dapat memberikan petunjuk-petunjuk yang diperlukan untuk membawa ruh itu kembali ke bada si sakit. Sebagai suatu tanda kembalinya ruh itu, maka si sakit berbangkis (bersin).

Ada makhluk halus asal dari ruh orang perempuan yang mati karena melahirkan, namanya kuntilanak. Ia sangat ditakuti orang, karena selalu berkeliling mencari orang yang juga sedang melahirkan akan diganggu agar seperti dia.

Ada kepercayaan, bahwa orang yang sangat dicintai, kemudian ia meninggal dunia, maka ruhnya suka mengajak atau membawanya yang dicintainya itu untuk dibawa ke alam ruh. Untuk mencegahnya, maka orang berusaha memutuskan hubungan dengan cara menaburkan abu sepanjang jalan yang dilalui si mati atau sekeliling rumah si mati. Mandi sesudah menguburkan jenazah ialah suatu usaha untuk memutuskan hubungan antara si mati dengan yang masih hidup.

Haulan seorang Habib
Sumber foto: Solo Pos
Ruh pada hari-hari pertama dari kematian dianggap masih berdiam di tempat-tempat yang disenangi sewaktu hidupnya, jadi pertama-tama di rumahnya sendiri. Oleh karena itu, sesudah kematian, orang membuat tempat tidur untuk ruh si mati dan disediakan makanan yang diganti tiap hari sampai tiga hari. Kemudian pada hari ketiga disediakan makanannya agar lebih baik, karena ruh si mati akan keluar rumah, tinggal di luar rumah sampai hari ketujuh. Pada waktu itu disediakan makanan agar lebih mewah, selanjutnya si mati pergi agak jauh, kemudian hari keempat puluh (ke-40) ia menjenguk pula, juga disediakan makanan. Demikianlah berturut-turut sampai hari keseratus (ke-100), haul (ulang tahun) pertama, haul tahun kedua dan hari keseribu (ke-1000). Selanjutnya tidak diberikan persediaan makanan lagi, karena dianggap sudah mendapatkan tempat tinggal yang tetap.

Tidak semua ruh orang meninggal dihormati, hanya orang-orang yang dipandang berjasa saja yang mendapat penghormatan. Dalam peperangan orang-orang yang telah gugur, waktu perang-perang yang lalu ruhnya dipanggil kembali untuk membantu dalam peperangan, karena dianggapnya ruh-ruh yang mati dalam peperangan itu masih mendendam untuk membalasnya.

Pada tiap-tiap desa di Bali terdapat rumah-rumah yang disediakan untuk menghormati ruh-ruh orang yang sudah berjasa, namanya pura. Sejak zaman purbakala cara itu sudah ada.

Di mana-mana di Indonesia terdapat banyak orang menggunakan barang-barang milik si mati dalam praktek-praktek spiritisme yang sama dilakukan orang di Eropa, yang dianggap memperolah jawaban dari makhluk-makhluk halus atas kepercayaan mengenai keadaan-keadaan yang tidak diketahui, umpama ingin mengetahui tentang pencurian dan sebagainya. Kadang-kadang barang itu dijadikan mediaum (perantara atau wasilah) untuk berhubungan dengan ruh yang sudah mati.
(Encyclopaedie van Nederlandsch Oost-Indie I, Pulus J, 1917, hal. 53)





Sumber: Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia
Disusun dan diketik ulang oleh Hasan Al-Jaizy




SERIAL "KEPERCAYAAN ANIMISME"

No comments:

Post a Comment