Sunday, January 12, 2014

Apakah Jin Juga Makan dan Minum?


Banyak sekali hadits shahih yang menerangkan bahwa jin makan dan minum. Dalam Shahih al-Bukhary ada sebuah hadits yang diriwayatkan bahwa Abu Hurayrah pernah membawakan kantong air untuk berwudhu dan memenuhi keperluan Rasulullah. Kemudian beliau bertanya, “Siapa?” Abu Hurayrah menjawab, “Abu Hurayrah.” Beliau berkata, “Tolong carikan aku batu untuk bersuci, dan jangan kamu mengambil tulang dan kotoran hewan.” Lalu saya membawakan beberapa batu yang saya bawa di atas pakaian saya, kemudian saya meletakkannya di samping Rasulullah, setelah itu saya beranjak pergi.

Setelah beliau selesai dari keperluannya, saya berjalan bersama beliau. Lalu saya bertanya, “Ada apa dengan tulang dan kotoran hewan?” Beliau berkata,

هُمَا مِنْ طَعَامِ الجِنِّ، وَإِنَّهُ أَتَانِي وَفْدُ جِنِّ نَصِيبِينَ، وَنِعْمَ الجِنُّ، فَسَأَلُونِي الزَّادَ، فَدَعَوْتُ اللَّهَ لَهُمْ أَنْ لاَ يَمُرُّوا بِعَظْمٍ، وَلاَ بِرَوْثَةٍ إِلَّا وَجَدُوا عَلَيْهَا طَعَامًا

“Keduanya adalah makanan jin. Aku pernah didatangi oleh utusan jin Nashibayn, jenis jin yang paling baik. Mereka bertanya padaku tentang makanan mereka. Maka, aku berdoa kepada Allah supaya Dia memberikan rasa pada setiap tukang dan kotoran hewan yang dijumpai oleh bangsa jin.[1]

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dalam Shahihnya, “Dari Abdullah bin Umar, ia berkata, ‘Rasulullah bersabda:

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ، وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ، وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ

“Jika salah seorang di antara kalian makan, hendaklah ia makan dengan tangan kanannya, dan apabila ia minum hendaknya dia minum dengan tangan kanannya. Karena setan makan dan minum dengan tangan kirinya.”[2]

Dalam kitab Shahihnya, Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Hudzaydah bin Yaman, dia berkata, “Setiap kali kami menghadapi makanan bersama Rasulullah, kami tidak berani mendahului beliau untuk mengambil makanan sampai beliau memulai dan mengambil dengan tangannya. Pada suatu kali, kami menghadiri jamuan makanan bersama Rasulullah. Kemudian, datanglah seorang budak perempuan kecil yang kelihatan sangat berselera ketika melihat hidangan tersebut, maka dia pun bergegas mengulurkan tangannya untuk mengambil makanan. Tetapi, Rasulullah segera memegang tangannya.


Kemudian datang lagi seorang Arab badui, dan kelihatan juga sangat berselera untuk menikmati hidangan itu. Beliau menahan dan memegang tangannya lalu bersabda:

إِنَّ الشَّيْطَانَ يَسْتَحِلُّ الطَّعَامَ أَنْ لَا يُذْكَرَ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ، وَإِنَّهُ جَاءَ بِهَذِهِ الْجَارِيَةِ لِيَسْتَحِلَّ بِهَا فَأَخَذْتُ بِيَدِهَا، فَجَاءَ بِهَذَا الْأَعْرَابِيِّ لِيَسْتَحِلَّ بِهِ فَأَخَذْتُ بِيَدِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّ يَدَهُ فِي يَدِي مَعَ يَدِهَا

 “Sesungguhnya setan ikut memakan makanan yang tidak disebutkan nama Allah. Dia datang bersama hamba sahaya ini untuk memakan makanan ini, maka aku pun memegang tangannya. Lalu dia juga datang bersama Arab badui ini untuk ikut makan makanan ini, maka aku pun memegang tangannya. Demi Allah yang jiwaku dalam genggaman-Nya, sesungguhnya tangan setan itu berada pada tanganku bersama tangan hamba sahaya ini.” [3]

Saya (Syaikh Wahid Abd as-Salam) berkata, “Maksud dari ‘berselera’ di dalam hadits ini adalah cepat-cepta ingin mengambil makanan tersebut tanpa mengucapkan doa. Seolah-olah ada yang mendorongnya dari belakang.”

Rasulullah pernah bersabda:

إِذَا دَخَلَ الرَّجُلُ بَيْتَهُ، فَذَكَرَ اللهَ عِنْدَ دُخُولِهِ وَعِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: لَا مَبِيتَ لَكُمْ، وَلَا عَشَاءَ، وَإِذَا دَخَلَ، فَلَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ دُخُولِهِ، قَالَ الشَّيْطَانُ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ، وَإِذَا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ عِنْدَ طَعَامِهِ، قَالَ: أَدْرَكْتُمُ الْمَبِيتَ وَالْعَشَاءَ

“Jika seorang lelaki memasuki rumahnya, lalu dia menyebut nama Allah ketika masuk dan ketika makan, setan akan berkata kepada teman-temannya, ‘Tidak ada tempat penginapan dan makan malam untuk kalian.’ Jika dia memasuki rumahnya tanpa menyebut nama Allah, setan akan berkata (kepada teman-temannya), ‘Kalian bisa ikut menginap di dalamnya malam ini.’ Dan ketika makan, dia tidak menyebut nama Allah, setan berkata, ‘Kalian bisa ikut nimbrung makan malam.’”[4]

Ada 3 pendapat ulama perihal makan dan minumnya jin:

Pendapat Pertama: Semua jenis jin tidak makan dan tidak minum. Ini adalah pendapat yang batil dan tak berdalil.

Pendapat Kedua: Segolongan dari bangsa jin ada yang makan dan minum, tapi ada pula yang tidak.

Pendapat ini mengambil dalil dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abd al-Barr dari Wahb bin Munabbih, dia berkata: “Jin terdiri dari beberapa jenis. Jenis yang paling murni adalah berupa angin yang tidak makan, tidak minum dan tidak berketurunan. Ada juga jenis yang makan, minum dan berketurunan. Yang terakhir adalah para tukang sihir dan hantu-hantu dari jenis jin. Disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Atsqalany dalam Fath al-Baary.[5] Pendapat ini menggunakan dalil dari hadits riwayat Tsa’labah al-Khasyany. Saya katakan, “Ini hanya sebatas kemungkinan.”

Pendapat Ketiga: Semua jenis jin makan dan minum.

Pendapat ini lebih dapat diterima daripada dua pendapat sebelumnya. Pendapat inilah yang sesuai dengan hadits-hadits yang telah dikemukakan sebelumnya. Wallahu a’lam.




[1] H.R. Al-Bukhary dalam “ash-Shahiih”, no. 3680; ath-Thahawy dalam “Syarh Musykil al-Aatsaar”, no. 755; al-Bayhaqy dalam “as-Sunan al-Kubra”, no. 524, dan dalam “Dalaail an-Nubuwwah”, (2/233). Kesemuanya dari jalur Amr bin Yahya bin Sa’iid, dari kakeknya, secara marfu’.

[1] H.R. Muslim dalam “ash-Shahiih”, no. 2020; Malik dalam “al-Muwaththa’”, (2/922); Ahmad dalam “al-Musnad”, no. 4537, 4886, 5514, 5847, 6117, 6184 dan 6332, kesemuanya dalam Musnad Ibnu Umar; ad-Darimy dalam “as-Sunan”, no. 2073; al-Bukhary dalam “Adab al-Mufrad”, no. 1189; Abu Daud dalam “as-Sunan”, no. 3776; at-Tirmidzy dalam “as-Sunan”, no. 1799; an-Nasa’iy dalam “as-Sunan al-Kubra”, no. 6715, 6717, 6862, 6863, 6864, dan 6865, kesemuanya diriwayatkan dari Ibnu Umar; Abu Awwanah dalam “al-Mustakhraj”, no. 8174, 8176, 8177 dan 8178, kesemuanya diriwayatkan dari Ibnu Umar; Ibnu Hibban dalam “ash-Shahiih”, no. 5226, 5229, dan 5231, kesemuanya diriwayatkan dari Ibnu Umar; ath-Thabrany dalam “al-Mu’jam al-Awsath”, no. 5575 dan 9297, dari Ibnu Umar; al-Bayhaqy dalam “al-Aadaab”, no. 401, dalam “Syu’ab al-Iymaan”, no. 5452, dan dalam “as-Sunan al-Kubra”, no. 14609 dan 14610.

[1] H.R. Muslim dalam “ash-Shahiih”, no. 2017;  Ahmad dalam “al-Musnad”, no. 23294 dan 23373, Abu Daud dalam “as-Sunan”, no. 23373; al-Bazzar dalam “al-Bahr az-Zakhkhaar”, no. 2814; an-Nasa’iy dalam “as-Sunan al-Kubra”, no. 6721 dan 10031; ath-Thahawy dalam “Syarh Musykil al-Aatsaar”, no. 1077, 1078 dan 1079; Ibnu as-Sunny dalam “Amal al-Yawm wa al-Laylah”, no. 458; al-Hakim dalam “Al-Mustadrak”, no. 7088; dan al-Bayhaqy dalam “Syu’ab al-Iyman”, no. 5444.

[1] H.R. Muslim dalam “ash-Shahiih”, no. 2018; Ahmad dalam “al-Musnad”, no. 15108; al-Bukhary dalam “al-Adab al-Mufrad”, no. 1096; Ibnu Majah dalam “as-Sunan”, no. 3887; Abu Daud dalam “as-Sunan”, no. 3765; an-Nasa’iy dalam “as-Sunan al-Kubra”, no. 6724 dan 9935; Abu Awwanah dalam “al-Mustakhraj”, no. 8240; Ibnu Hibban dalam “ash-Shahiih”, no. 819; al-Hakim dalam “al-Mustadrak”, no. 3515; al-Bayhaqy dalam “al-Aadaab”, no. 397, dalam “ad-Da’waat al-Kabiir”, no. 495, dalam “Syu’ab al-Iymaan”, no. 5443, dan dalam “as-Sunan al-Kubra”, no. 14607.

[1] (6/345)

----------------------------------

Disaripatikan dari kitab terjemahan Wiqaayah al-Insaan min al-Jinn wa asy-Syaythaan karya Wahid Abd as-Salam Baly, dengan terjemahan Sarwedi MA. Hasibuan, terbitan Aqwam.

Takhrij hadits oleh Hasan al-Jaizy

Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment