Sunday, March 10, 2013

001- Penjelasan Tentang Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Syarh Ath-Thahawiyyah)



{ هذا ذكر بيان عقيدة أهل السنة والجماعة على مذهب فقهاء الملة: أبي حنيفة النعمان بن ثابت الكوفي، وأبي يوسف يعقوب بن إبراهيم الأنصاري، وأبي عبدالله محمد بن الحسن الشيباني رضوان الله عليهم أجمعين، وما يعتقدون من أصول الدين ويدينون به رب العالمين}

“Ini adalah penjelasan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah berdasarkan madzhab ulama fikih agama ini: Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit Al-Kufy, Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim Al-Anshary, dan Abu Abdillah Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibany –semoga Allah meridhai mereka semua-, berikut apa yang mereka yakini dari pokok-pokok agama ini dan mereka anut sebagai agama bagi Rabb alam semesta.”


Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat beliau semuanya.

Amma ba’du...

Sesungguhnya aqidah adalah pondasi agama, yaitu yang terkandung di dalam persaksian “Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya Nabi Muhammad adalah Rasul Allah,” dan ia adalah rukun pertama dari rukun-rukun Islam. Maka wajib memberikan perhatian dan keseriusan kepadanya dan berilmu tentangnya, serta berilmu dengan apa yang dapat menggerogotinya sehingga seorang Muslim benar-benar berpijak di atas ilmu yang mantap (bashirah), dan juga didasari aqidah yang shahih; karena apabila agama tegak di atas dasar yang shahih, ia menjadi agama yang lurus dan diterima di sisi Allah Ta’ala. Sedangkan apabila ditegakkan di atas aqidah yang kacau dan goncang, atau aqidah yang rusak, maka agama pun menjadi tidak shahih, dan tidak tegak di atas dasar yang semestinya. Dari itulah para ulama rahimahumullah memberikan perhatian lebih kepada masalah aqidah dan tidak membuat kedustaan dalam menjelaskannya pada pengajian-pengajian atau kesempatan-kesempatan lainnya, dan yang datang kemudian, meriwayatkannya dari generasi terdahulu.

Para sahabat radhiyallahu anhum sama sekali tidak memiliki keraguan sedikit pun terhadap apa yang dibawa Al-Qur’an dan apa yang dibawa oleh Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sehingga aqidah mereka benar-benar terbangun kokoh di atas dasar Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Dan mereka sama sekali tidak digerogoti suatu keraguan pun dalam hal tersebut dan tidak juga menyerahkan begitu saja (tawaqquf). Apa yang difirmankan Allah Ta’ala dan apa yang disabdakan Rasul-Nya mereka yakini dan mereka beragama dengannya, dan mereka sama sekali tidak butuh untuk menulis buku atau karya tulis; karena dalam pandangan mereka, semua ini adalah hal-hal yang diterima dan tetap secara qath’i. Aqidah mereka adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Itu juga kemudian ditempuh oleh murid-murid mereka dari kalangan tabi’in yang mengambil langsung aqidah tersebut dari mereka; sehingga saat itu tidak ada sikap mengambil dan menolak dalam masalah aqidah. Saat itu aqidah adalah masalah yang diterima secara total, dan sumber pengambilan mereka adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ketika muncul berbagai golongan, berikut berbagai perselisihan, lalu masuk ke dalam agama ini orang yang aqidahnya tidak jelas di dalam hatnya, atau dia masuk ke dalam agama dengan membawa pemikiran-pemikiran yang menyimpang (dalam dirinya), kemudian di dalam Islam juga tumbuh orang yang tidak kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam masalah aqidah, akan tetapi kembali kepada kaidah-kaidah yang dibuat-buat oleh para pengikut kesesatan yang berlandaskan hawa nafsu mereka sendiri; maka di sinilah para imam Islam perlu menjelaskan aqidah yang shahih, menyusun dan membukukannya kemudian meriwayatkannya dari ulama-ulama umat ini. Maka mereka pun mulai menulis kitab-kitab aqidah, dan memberikan perhatian penuh kepadanya, sehingga menjelma menjadi rujukan bagi generasi yang datang setelah mereka dari umat ini sampai Hari Kiamat tiba.

Ini adalah salah satu bentuk penjagaan dan pemeliharaan Allah terhadap agama ini, bahwa Dia menetapkan suatu pasukan yang penuh amanat (terpercaya) untuk menyampaikan agama ini sebagaimana datang dari Allah dan Rasul-Nya, dan juga membantah takwil golongan-golongan yang menolak serta menolak tasybih golongan-golongan yang menyerupakan Allah dengan makhluk. Di sini kemudian aqidah Islam diwariskan secara berkesinambungan oleh generasi akhir dari generasi awal (generasi salaf).

Di antara ulama As-Salaf Ash-Shalih yang teguh berpijak di atas aqidah yang kokoh bersumber dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, para sahabat dan tabi’in, adalah imam yang empat: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad, serta ulama-ulama lain yang tegar membela aqidah ini dan meluruskan, menjelaskan dan mengajarkannya kepada para pencari ilmu.

Kemudian para pengikut imam yang empat ini juga memberikan perhatian besar terhadap aqidah ini. Mereka mempelajari, mengajarkan dan menghafalkannya untuk murid-murid mereka, kemudian menulis kitab-kitab yang banyak berdasarkan manhaj Al-Qur’an dan As-Sunnah, apa yang dipijaki oleh Rasulullah, para sahabat beliau dan para tabi’in. Bersama itu mereka membantah aqidah-aqidah batil dan menyimpang kemudian menjelaskan kepalsuan dan kebatilannya. Demikian juga dengan para imam ahli hadits, seperti: Ishaq bin Rahawaih, Al-Bukhary, Muslim, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Qutaibah. Dari ulama-ulama tafsir adalah Ath-Thabary, Ibnu Katsir, Al-Baghawy dan lainnya.

Mereka lalu menyusun karya tulis dalam hal ini dan mereka namakan dengan kitab-kitab As-Sunnah, seperti: As-Sunnah karya Ibnu Abi Ashim, As-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, As-Sunnah karya Al-Khallal, lalu Asy-Syari’ah karya Al-Ajurry, dan banyak lagi lainnya.

Dan di antara ulama-ulama yang menulis aqidah As-Salaf Ash-Shalih dari para ulama abad ketiga di Mesir adalah Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Salamah Al-Azdy Ath-Thahawy. Dinamakan Ath-Thahawy karena dinisbahkan kepada suatu daerah di Mesir. Maka beliaulah yang menulis kitab aqidah yang sangat ringkas namun sarat akan faedah ini.

Kitab kecil ini telah di-syarah tidak kurang dari tujuh syarah, akan tetapi tidak ada yang bebas dari kekeliruan; karena ulama-ulama yang menyusunnya menggunakan metode muta’akhkhirin sehingga syarah mereka masih harus dikaji ulang dan diluruskan karena bertentangan dengan aqidah yang dianut sendiri oleh Imam Ath-Thahawy. Kecuali satu syarah sebatas yang kami ketahui, yaitu syarah Imam Al-Izz bin Abi Al-Izz rahimahullah yang kemudian terkenal dengan Syarah Aqidah Ath-Thahawiyyah. Beliau ini tampaknya adalah di antara murid Imam Ibnu Katsir, dan syarah beliau tersebut juga menghimpun nukilan-nukilah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan dari kitab-kitab Ibnul Qayyim, serta dari kitab-kitab para imam lainnya, sehingga ia merupakan syarah yang sangat berbobot. Para ulama menjadikannya sebagai pegangan dan memberikan perhatian besar kepadanya, karena kemurnian kandungan dan keshahihan isinya. Maka kitab tersebut merupakan referensi besar dalam masalah aqidah, di mana penulis –sebagaimana beliau sebutkan- menyusunnya berdasarkan manhaj Ahlus Sunnah secara umum, di antara mereka adalah Imam Abu Hanifah. Beliau lah Imam yang paling awal dari empat imam yang terkenal. Beliau sempat bertemu dengan generasi tabi’in dan meriwayatkannya dari mereka.

Begitu juga dengan kedua muridnya, Abu Yusud dan Muhammad Asy-Syaibany, serta imam-imam lainnya di kalangan madzhab Hanafi.

Al-Izz bin Abi Al-Izz menyebutkan aqidah mereka, bahwasanya aqidah mereka sesuai dengan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Dan ini merupakan bantahan terhadap orang-orang yang menisbahkan dirinya kepada madzhab Hanafi zaman ini dan masa-masa akhir, di mana mereka menisbahkan diri kepada madzhab Hanafi akan tetapi bertentangan dengan Imam Abu Hanifah dalam masalah aqidah. Mereka mengikuti madzhab Hanafi dalam hal fikih saja, akan tetapi mereka menyelisihinya dalam hal aqidah. Mereka malah mengambil aqidah ahli kalam (penganut filsafat) dan mantiq.

Maka dalam hal ini terdapat bantahan terhadap mereka dan orang-orang yang seperti mereka, yang menisbahkan diri kepada imam-imam dan (mengklaim) diri bermadzhab dengan madzhab imam yang empat tersebut, padahal mereka bertentangan dengan para imam tersebut dalam aqidah; seperti halnya Al-Asya’irah (para pengikut Imam Al-Asy’ary) yang menisbahkan diri mereka kepada Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ary dalam pandangan-pandangan awalnya, dan meninggalkan apa yang dianut dan dipegang teguh kemudian oleh beliau, yaitu madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Maka ini adalah penisbatan diri yang tidak benar; karena seandainya mereka berpijak di atas dasar madzhab para imam tersebut, niscaya mereka akan berpegang kepada aqidah mereka.


Sumber: Penjelasan Ringkas Matan Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah, Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Pustaka Sahifa





No comments:

Post a Comment