{نقول في توحيد الله معتقدين بتوفيق الله: إن الله واحد لا شريك له}
“Kami
mengatakan tentang Tauhidullah (mentauhidkan Allah), di mana kami dalam keadaan
yakin dengan taufik Allah: Sesungguhnya Allah adalah Esa, tidak ada sekutu
bagi-Nya.”
Kami
mengatakan, artinya: kami berkeyakinan dalam mentauhidkan Allah Ta’ala.
Tauhid dari
segi bahasa adalah bentuk ketiga (mashdar) dari kata dasar وحَّد : yaitu, apabila sesuatu dijadikan menjadi satu.
Sedangkan
dari segi syar’i, Tauhid adalah “Mengesakan Allah Ta’ala dengan
ibadah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
Tauhid ada
tiga bagian berdasarkan penelitian dan pengkajian dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dan inilah yang ditetapkan oleh madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Semua ayat
Al-Qur’an dan hadits-hadits dalam masalah aqidah tidak keluar dari 3 bagian
ini, yaitu:
Pertama: Tauhid Ar-Rububiyyah.
Ialah mentauhidkan dan mengesakan Allah Ta’ala
dengan segala perbuatan-Nya, seperti mencipta, memberi rizki, menghidupkan,
mematikan, dan mengatur alam semesta. Maka tidak ada rabb selain Dia, Rabb alam
semesta.
Kedua:
Tauhid Al-Uluhiyyah atau Tauhid Al-Ibadah; karena Al-Uluhiyyah maknanya
adalah ibadah kepada Allah Ta’ala dengan mencintai-Nya, takut terhadap-Nya,
mentaati perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Maka itu adalah pengesaan
Allah dengan amal perbuatan hamba-hamba-Nya sebagaimana Allah syariatkan untuk
mereka.
Ketiga:
Tauhid Al-Asma’ wa Ash-Shifat. Ialah, menetapkan apa yang Allah tetapkan
untuk diri-Nya atau apa yang ditetapkan oleh Rasul-Nya, berupa nama-nama dan
sifat-sifat, kemudian menyucikan-Nya dari segala yang Dia sucikan diri-Nya dari
padanya dan disucikan darinya oleh Rasul-Nya berupa cela dan kekurangan.
Semua ayat
yang berbicara tentang perbuatan Allah, maka sesungguhnya itu dalam tauhid Rububiyyah,
semua ayat yang berbicara tentang ibadah, perintah dengannya dan dakwah
kepadanya, maka semua itu adalah di dalam lingkup tauhid Uluhiyyah. Dan
semua ayat yang berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat bagi Allah, maka
itu adalah lingkup tauhid Al-Asma wa Ash-Shifat.
Dari 3
bagian tauhid ini, yang paling ditekankan darinya adalah Tauhid Uluhiyyah;
karena inilah yang merupakan misi dakwah semua rasul, diturunkannya kitab-kitab
suci, dan ditegakkannya syariat jihad di jalan Allah. Semua itu adalah agar
hanya Allah sajalah yang disembah, dan agar penghambaan kepada selain-Nya
ditinggalkan.
Sedangkan
Tauhid Rububiyyah dan di dalamnya termasuk Tauhid Al-Asma wa
Ash-Shifat tidak diingkari oleh seorang pun. Allah menyebutkan di dalam
banyak ayat, di mana orang-orang kafir mengakui bahwasanya Allah adalah Yang
Maha Pencipta dan Maha Memberi rizki, Maha Menghidupkan, Maha Mematikan dan
Maha Mengatur alam semesta. Mereka sama sekali tidak menentang semua hal tersebut.
Dan apabila hanya jenis ini yang diyakini oleh seseorang, maka ini tidak akan
memasukkannya ke dalam Islam; karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam
memerangi manusia yang mengakui dan mengikrarkan Tauhid Rububiyyah, dan
beliau menghalalkan darah serta harta mereka.
Seandainya
Tauhid Rububiyyah cukup (untuk memasukkan mereka ke dalam Islam) niscaya
Rasulullah tidak akan memerangi mereka. Bahkan seorang rasul tidak perlu
diutus. Maka itu menunjukkan bahwa yang dituntut dan dimaksud adalah Tauhid Uluhiyyah.
Sedangkan Tauhid Rububiyyah hanya semata sebagai dalil yang menunjukkan
kepada Allah dan sebagai tanda kebesaran untuk-Nya. Itulah sebabnya apabila
Allah memerintahkan untuk beribadah kepada-Nya, Dia mengingatkan
hamba-hamba-Nya kepada langit dan bumi, dan mengingatkan mereka bahwa Allah-lah
yang mengatur semua urusan hamba-hamba-Nya; semua itu sebagai bukti nyata untuk
Tauhid Uluhiyyah, dan sebagai suatu pengharusan bagi orang-orang musyrik
yang mengakui Tauhid Rububiyyah dan mengingkari Tauhid Uluhiyyah.
Dan ketika Nabi bersabda kepada mereka,
قُولُوا : لَا إِله
إلَّا الله
“Katakanlah, ‘Tidak ada ilah
yang berhak disembah kecuali Allah.’”
Mereka berkata (sebagaimana yang diabadikan oleh
Allah):
{أَجَعَلَ ٱلْءَالِهَةَ
إِلَٰهًۭا وَٰحِدًا ۖ إِنَّ هَٰذَا لَشَىْءٌ عُجَابٌۭ}
“Mengapa ia menjadikan
tuhan-tuhan itu Tuhan Yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal
yang sangat mengherankan.” (Q.S. Shad: 5)
Allah juga berfirman:
{وَإِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ
وَحْدَهُ ٱشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِٱلْءَاخِرَةِ ۖ وَإِذَا
ذُكِرَ ٱلَّذِينَ مِن دُونِهِۦٓ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ}
“Dan
apabila hanya nama Allah saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang
tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan
selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.” (Q.S. Az-Zumar: 45)
Kemudian
Allah berfirman:
{إِنَّهُمْ كَانُوٓا۟
إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ (35) وَيَقُولُونَ
أَئِنَّا لَتَارِكُوٓا۟ ءَالِهَتِنَا لِشَاعِرٍۢ مَّجْنُونٍۭ (36)}
“Sesungguhnya mereka dahulu
apabila dikatakan kepada mereka: "Laa ilaaha illallah" (Tiada Tuhan
yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri. dan mereka
berkata: "Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan
kami karena seorang penyair gila?"” (Q.S.
Ash-Shaffat: 35-36)
Mereka tidak menginginkan Tauhid Uluhiyyah,
bahkan mereka menghendaki tuhan-tuhan itu tetap banyak, sehingga setiap orang
dapat menyembah mana yang ia inginkn.
Ini harus diketahui, karena semua pengikut
golongan-golongan sesat dahulu maupun sekarang hanya memfokuskan pada Tauhid Rububiyyah.
Di mana dalam pandangan mereka apabila seseorang telah menyatakan
(meyakini) bahwasanya Allah adalah Maha mencipta dan Maha memberi rizki, mereka
mengatakan, ini seorang muslim. Dan dengan itu mereka menulis aqidah mereka.
Maka semua paqidah para pengikut ilmu kalam tidak keluar dari sekadar
merealisasikan Tauhid rububiyyah dan dalil-dalilnya.
Ini tidak cukup. Akan tetapi harus disertai dengan
Tauhid Uluhiyyah. Allah berfirman:
{وَلَقَدْ بَعَثْنَا
فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّٰغُوتَ
}
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
"Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu".” (Q.S. An-Nahl: 36)
Di mana
mereka menyeru manusia untuk beribadah kepada Allah, dan itulah Tauhid Uluhiyyah.
{وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ
وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًۭٔا}
“Sembahlah
Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (Q.S. An-Nisa: 36)
Semua ayat
memerintahkan dan menyeru kepada Tauhid Uluhiyyah, dan semua rasul
menyeru dan memerintahkan umat mereka kepada Tauhid Uluhiyyah, dan
melarang mereka dari syirik. Inilah yang dituntut dan menjadi tujuan serta
maksud dari Tauhid. Adapun Tauhid Al-Asma wa Ash-Shifat diingkari oleh
Ahli Bid’ah seperti golongan Jahmiyyah, Mu’tazilah dan Asya’irah, terlepas dari
perbedaan tingkat dan besarnya pengingkaran yang ada di antara mereka.
Perkataan Ath-Thahawy:
(نقول), “Kami mengatakan” –maksudnya: semua
Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengatakan, “Tentang Tauhidullah (mentauhidkan
Allah) dalam keadaan yakin dengan taufik Allah bahwa sesungguhnya Allah adalah
Esa, tidak ada sekutu baginya.”
Aqidah dan
Tauhid adalah satu makna, baik dinamakan, Aqidah, Tauhid ataupun Iman, maknanya
adalah satu, sekalipun nama-nama tersebut berbeda.
Sumber: Penjelasan Ringkas Matan Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah, Shalih
bin Fauzan Al-Fauzan, Pustaka Sahifa
No comments:
Post a Comment