|
Makam Raja-Raja Tallo di Makassar. Sumber foto: isnuansa.com |
Kata animisme berasal dari bahasa Latin anima,
artinya nyawa (ruh).
Tylor, orang yang pertama-tama mempelajari alam ruh
pada bangsa-bangsa yang masih primitif (sederhana), berpendapat bahwa animisme
ialah kepercayaan adanya ruh (nyawa) pada benda-benda, batu-batu, kayu-kayu,
tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan makhluk-makhluk yang lain yang terdapat
di dunia. Kepercayaan ini kebalikannya dari kepercayaan materialisme (dahriyyah)
atau kebendaan.
Van Gennep, berpendapat hampir sama dengan Tylor,
hanya bedanya ruh manusia tidak dimasukkan ke dalamnya dan ia menyebut bukan
animisme, tetapi dinamisme (serba tenaga).
A.C. Kruyt, memisahkan antara animisme dengan
spiritisme. Segala kepercayaan yang bersangkutan dengan urusan nyawa dari
makhluk-makhluk di dunia ini termasuk ke dalam animisme dan yang dipandang dari
penjelmaan kekuatan alami dahsyat, kepercayaan ini termasuk daemonologie
dan spiritisme. Penyembahan berhala adalah satu akibat dari
kepercayaan-kepercayaan tersebut di atas.
Dengan perkataan animisme ini dimaksudkan untuk
membuat tinjauan dunia (masyarakat) yang sederhana dari suku-suku bangsa yang
terdapat di Kepulauan Indonesia, yang belum dipengaruhi secara langsung oleh
agama-agama Hindu, Islam, Kristen dan lain-lainnya. Di samping itu harus
diingat, bahwa juga di tempat-tempat yang telah kemasukan salah satu dari agama
tersebut, sebagaimana juga di tempat-tempat di luar negeri, banyak dari
kepercayaan lama dari rakyt tetap hidup langsung dalam bentuk yang telah tercampur
(telah terpadu bersenyawa, sinkretisme).