Wednesday, July 17, 2013

Tertipu Oleh Diri Sendiri


Sebelum setan menipu daya Adam dan Hawa, dia terlebih dahulu sudah tertipu daya oleh dirinya sendiri. Dia mendapat kemalangan. Demikian juga anak cucunya, pengikut-pengikutnya dan siapa saja yang menaatinya dari kalangan jin maupun manusia.

Bentuk tipu daya setan terhadap dirinya sendiri adalah, bahwasanya tatkala Allah memerintahkannya bersujud kepada Adam alaihissalam, maka sebenarnya letak kebahagiaan, kemuliaan dan keselamatannya adalah dalam menaati dan menuruti perintah Allah itu. Namun jiwanya yang bodoh dan aniaya itu membisikkan bahwa jika ia sampai bersujud kepada Adam, maka itu berarti melecehkan dan merendahkan dirinya. Sebab, hal itu berarti ia tunduk dan sujud kepada makhluk yang tercipta dari tanah, padahal dirinya tercipta dari api. Api itu –menurutnya- lebih mulia ketimbang tanah. Maka, yang tercipta dari api itu lebih baik daripada yang tercipta dari tanah. Dengan demikian, ketertundukan makhluk yang lebih utama terhadap makhluk yang lebih rendah itu berarti pelecehan terhadap dirinya.

Tatkala kebodohan ini menghinggapi hatinya, ditambah lagi munculnya rasa dengki terhadap Adam lantaran ia tahu bahwa Allah telah mengistimewakan Adam dengan berbagai kemuliaan –yaitu, Dia menciptakannya dengan tangan-Nya, menipu-Nya dengan ruh-Nya, menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya, mengajarkan segala macam nama kepadanya yang tidak Dia ajarkan kepada malaikat sekalipun, serta menempatkannya di surga- maka kedengkian dari musuh Allah itu semakin mengklimaks. Ia memandang Adam sebagai makhluk yang tercipta dari tanah kering seperti tembikar, sehingga ia pun tak habis pikir seraya berkata, “Apa mulianya makhluk ini? Sekiranya ia dikuasakan atas diriku, maka pasti akan aku durhakai ia. Dan jika aku dikuasakan atas dirinya, pasti akan aku hancurkan ia!”

Tuesday, July 16, 2013

Tipu Daya Setan Terhadap Dirinya Sendiri


Sebelum setan menipu daya Adam dan Hawa, dia terlebih dahulu sudah tertipu daya oleh dirinya sendiri. Dia mendapat kemalangan. Demikian juga anak cucunya, pengikut-pengikutnya dan siapa saja yang menaatinya dari kalangan jin maupun manusia.

Bentuk tipu daya setan terhadap dirinya sendiri adalah, bahwasanya tatkala Allah memerintahkannya bersujud kepada Adam alaihissalam, maka sebenarnya letak kebahagiaan, kemuliaan dan keselamatannya adalah dalam menaati dan menuruti perintah Allah itu. Namun jiwanya yang bodoh dan aniaya itu membisikkan bahwa jika ia sampai bersujud kepada Adam, maka itu berarti melecehkan dan merendahkan dirinya. Sebab, hal itu berarti ia tunduk dan sujud kepada makhluk yang tercipta dari tanah, padahal dirinya tercipta dari api. Api itu –menurutnya- lebih mulia ketimbang tanah. Maka, yang tercipta dari api itu lebih baik daripada yang tercipta dari tanah. Dengan demikian, ketertundukan makhluk yang lebih utama terhadap makhluk yang lebih rendah itu berarti pelecehan terhadap dirinya.

Tatkala kebodohan ini menghinggapi hatinya, ditambah lagi munculnya rasa dengki terhadap Adam lantaran ia tahu bahwa Allah telah mengistimewakan Adam dengan berbagai kemuliaan –yaitu, Dia menciptakannya dengan tangan-Nya, menipu-Nya dengan ruh-Nya, menyuruh malaikat agar bersujud kepadanya, mengajarkan segala macam nama kepadanya yang tidak Dia ajarkan kepada malaikat sekalipun, serta menempatkannya di surga- maka kedengkian dari musuh Allah itu semakin mengklimaks. Ia memandang Adam sebagai makhluk yang tercipta dari tanah kering seperti tembikar, sehingga ia pun tak habis pikir seraya berkata, “Apa mulianya makhluk ini? Sekiranya ia dikuasakan atas diriku, maka pasti akan aku durhakai ia. Dan jika aku dikuasakan atas dirinya, pasti  akan aku hancurkan ia!”

Tidak Memprotes Hikmah Ilahi



MASALAH ini telah dibahas berkali-kali, namun mengulanginya secara permanen sangat penting untuk mengingatkan hati.

Seorang mukmin wajib ketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Pemilik Yang Mahabijaksana yang tak melakukan kesia-siaan, dan pengetahuan ini melarangnya memprotes takdir-Nya.

Sejumlah makhluk telah memprotes Allah dan hikmah-Nya. Itu adalah tindakan yang menjadikan seseorang kafir. Makhluk pertama yang memprotes hikmah Allah adalah Iblis dengan mengatakan, “Aku lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api sedang ia Engkau ciptakan dari tanah.” [Q.S. Al-A’raf: 12], yakni tindakan-Mu mengunggulkan tanah atas api adalah tindakan yang tidak sesuai dengan hikmah!!!

Sunday, March 17, 2013

002- Pembagian Tauhid Yang Tiga




{نقول في توحيد الله معتقدين بتوفيق الله: إن الله واحد لا شريك له}

“Kami mengatakan tentang Tauhidullah (mentauhidkan Allah), di mana kami dalam keadaan yakin dengan taufik Allah: Sesungguhnya Allah adalah Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya.”

Kami mengatakan, artinya: kami berkeyakinan dalam mentauhidkan Allah Ta’ala.

Tauhid dari segi bahasa adalah bentuk ketiga (mashdar) dari kata dasar وحَّد : yaitu, apabila sesuatu dijadikan menjadi satu.

Sedangkan dari segi syar’i, Tauhid adalah “Mengesakan Allah Ta’ala dengan ibadah dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.

Saturday, March 16, 2013

Memahami Nama Allah: “ALLAH” (الله)



الله, الإِلَه

((Yang Maha Disembah))

Sesungguhnya pokok-pokok nama Allah yang baik, yang mencakup semua makna nama-nama Allah ada tiga, yaitu Allah, Ar-Rabb, dan Ar-Rahmaan. Tiga nama ini mengumpulkan semua makna nama-nama Alah, dan semuanya kembali kepada tiga nama ini. Nama “Allah” mencakup sifat-sifat ilahiyah, nama “Ar-Rabb” mencakup sifat-sifat rububiyah, nama “Ar-Rahmaan” mencakup sifat-sifat kebaikan, kedermawanan dan kemuliaan. Makna nama-nama Allah kembali kepadanya dan tiga nama ini telah berkumpul dalam surat Al-Fatihah yang merupakan induk Al-Qur’an.

Ibn Al-Qayyim rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa surat ini mencakup harapan-harapan tinggi. Surat ini mencakup pengenalan terhadap Dzat Yang Disembah dengan tiga nama-Nya, sebagai rujukan nama-nama Allah yang baik dan sifat-sifat yang mulia. Inti nama-nama Allah adalah “Allah, Ar-Rabb dan Ar-Rahmaan”. Surat ini dibangun di atas ilahiyah, rububiyah, dan rahmat, (إياك نعبد) dibangun di atas ilahiyah, (إياك نستعين) dibangun di atas rububiyah. Memohon hidayah kepada jalan yang lurus dengan rahmat dan Al-Hamdu mengandung tiga perkara. Dia dipuji karena sifat ilahiyah, rububiyah, dan rahmat-Nya.”[1]

Tuesday, March 12, 2013

Khidhr Dalam Dunia Sufi



Dalam dunia Sufi, sosok Khidhr[1] adalah sosok manusia yang sangat ajaib, dia hidup kekal nan abadi,  memiliki ilmu syari’at dan ilmu laduni, beridentitas wali bukan Nabi, dan yang paling unik dari klaim mereka adalah Khidhr dapat bertemu dengan para wali untuk mengajarkan ilmu-ilmu hakekat dan mengikat perjanjian dengan para penganut setia Sufi. Oleh karenanya,  tidak aneh bila kita mendapati dongeng-dongeng para tokoh Sufi seperti Ibnu Araby[2] dan Asy-Sya’rany[3] yang bercerita bahwa mereka bertemu dengan Khidhr.

Walhasil, sosok Khidhr seakan menjadi sebuah khurafat yang mirip cerita Superman yang dapat terbang ke setiap tempat dan bertemu dengan para handai taulan di setiap negara, lalu mengajarkan berbagai bentuk ibadah dan dzikir-dzikir!!! Setelah itu, maka jangan tanya lagi tentang kebid’ahan dan kerusakan yang disebabkan keyakinan nyeleneh tersebut.[4]

Bila kita telusuri lebih lanjut akar permasalahan kebobrokan kaum Sufi dalam masalah ini, niscaya akan kita dapati bahwa sumbernya adalah keyakinan bahwa Khidhr adalah seorang wali dan dia masih hidup abadi. Dua keyakinan ini telah mampu menjerumuskan manusia kepada bencana, prasangka dusta dan kerancuan yang tidak dapat diterima akal dan agama, seperti anggapan mereka bahwa wali lebih utama daripada Nabi, dan klaim bahwa si fulan bisa bertemu dengan Khidhr dan mendapati ajaran ini dan itu, adanya ilmu laduni, ilmu zhahir dan bathin, dan lain sebagainya.[5]


[1] Boleh dibaca Khadhir atau Khidhr, atau dengan alif lam yaitu Al-Khadhir dan Al-Khidhr. (Lihat Tahdziib Al-Asmaa’ wa Al-Lughaat, An-Nawawy (I/176)). Digelari demikian yang bermakna hijau karena dia pernah duduk di rumput kering lalu tiba-tiba dari belakang  ada goyangan sehingga menjadi hijau. (Lihat Fath Al-Bary, Ibnu Hajar, (VI/309))
[2] Al-Futuuhaat Al-Makkiyyah (III/180)
[3] Ma’aarij Al-Albaab, hal. 44
[4] Lihat Al-Fikr Ash-Shuufiy fi Dhau’ Al-Kitaab wa As-Sunnah, Syaikh Abdurrahman, hal. 133, dan Ushuul bi Laa Ushuul, Muhammad bin Isma’il Al-Muqaddam, hal. 235-236.
[5] At-Tahdziir min Mukhtasharaat Ash-Shaabuuny fi At-Tafsiir, Syaikh Bakr Abu Zaid, hal. 65



Sumber: “Koreksi Hadit-hadits Dha’if Populer” karya Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi”
Diketik ulang oleh Hasan Al-Jaizy


Sunday, March 10, 2013

001- Penjelasan Tentang Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Syarh Ath-Thahawiyyah)



{ هذا ذكر بيان عقيدة أهل السنة والجماعة على مذهب فقهاء الملة: أبي حنيفة النعمان بن ثابت الكوفي، وأبي يوسف يعقوب بن إبراهيم الأنصاري، وأبي عبدالله محمد بن الحسن الشيباني رضوان الله عليهم أجمعين، وما يعتقدون من أصول الدين ويدينون به رب العالمين}

“Ini adalah penjelasan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah berdasarkan madzhab ulama fikih agama ini: Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit Al-Kufy, Abu Yusuf Ya’qub bin Ibrahim Al-Anshary, dan Abu Abdillah Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibany –semoga Allah meridhai mereka semua-, berikut apa yang mereka yakini dari pokok-pokok agama ini dan mereka anut sebagai agama bagi Rabb alam semesta.”

Pengaruh Nama-nama Allah Dalam Peribadahan


 Sesungguhnya nama-nama Allah yang baik (asma’ul husna) dan sifat-sifat-Nya yang mulia memiliki pengaruh dalam peribadahan (manusia) dan dalam pendiptaan alam semesta. Penjelasan berkaitan dengan pengaruhnya dalam penciptaan alam semesta, telah berlalu. Adapun pembahasan sekarang berkaitan dengan pengaruhnya dalam peribadahan, seperti ketundukan, kerendahan diri, khusyu’, taubat, rasa takut, cinta, tawakal dan bentuk-bentuk ibadah lain, yang bersifat lahir maupun yang batin. Karena setiap nama Allah dan setiap sifat memiliki peribadahan khusus yang merupakan konsekuensi dari nama dan sifat serta ilmu tentangnya. Hal ini terkandung dalam setiap bentuk ibadah, baik yang di dalam hati maupun dalam anggota badan. Maksudnya bahwa seorang hamba apabila mengetahui tentang keesaan Allah dalam mendatangkan manfaat atau mudharat, pemberian, pencegahan, penciptaan, rezeki, menghidupkan dan mematikan, maka hal tersebut akan membuahkan tawakal kepada Allah Ta’ala lahir dan batin.

Pengaruh Nama Allah Dalam Penciptaan Alam Semesta


 Sesungguhnya di antara hal utama dan bermanfaat yang dapat meninggikan derajat seorang hamba dan membantunya dalam mengenal Allah, mewujudkan kecintaan serta pujian kepada-Nya adalah merenungkan dan men-tadabburi nama-nama Allah yang baik dan sifat-sifat-Nya yang mulia di dalam penciptaan alam semesta. Selain itu, bahwasanya alam semesta ini, dari langit dan bumi, matahari dan bulan, malam dan siang, gunung-gunung, lautan, gerak dan diamnya makhluk, semua ini termasuk bagian dari pengaruh nama-nama Allah dan sifat-sifat-Nya.

Saturday, March 9, 2013

Keutamaan Ilmu Tentang Nama dan Sifat Allah


Sesungguhnya ilmu tentang nama dan sifat Allah merupakan ilmu yang diberkahi, memiliki banyak pelajaran berharga, dan manfaat yang banyak, bermacam-macam buah dan pengaruhnya. Tampak jelas keutamaan ilmu ini dan keagungan manfaatnya dari banyak sisi:

Pertama: Sesungguhnya ilmu ini adalah semulia-mulia ilmu, seutama-utamanya, dan setinggi-tingginya kedudukan. Keutamaan suatu ilmu dilihat dari sisi kandungan ilmu tersebut. Tidak ada ilmu yang lebih mulia dan lebih utama daripada ilmu tentang nama dan sifat-Nya yang tercantum dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Oleh karena itu, menyibukkan diri dengan ilmu ini dan memahaminya merupakan suatu kesibukan terhadap hal yang mulia.

Friday, March 8, 2013

SAKARATUL MAUT




Sudah tiba saatnya orang tidur harus bangun. Sudah tiba waktunya orang lalai harus sadar sebelum kematian menjelang dengan membawa minuman yang getir, sebelum semua gerakan ini terhenti, sebelum nafas tak lagi berhembus, sebelum dibawa dan berada di dalam kubur.

Imam Al-Qurthuby rahimahullah menjelaskan, Allah Ta’ala menggambarkan beratnya kematian di empat ayat sebagai berikut:

Pertama
{وَجَآءَتْ سَكْرَةُ ٱلْمَوْتِ بِٱلْحَقِّ ۖ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنْهُ تَحِيدُ}

“Dan datanglah sakaratulmaut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.” (Q.S. Qaf: 19)

Kedua

{وَلَوْ تَرَىٰٓ إِذِ ٱلظَّٰلِمُونَ فِى غَمَرَٰتِ ٱلْمَوْتِ}

“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut” (Q.S. Al-An’am: 93)

Ketiga

{ فَلَوْلَآ إِذَا بَلَغَتِ ٱلْحُلْقُومَ}

“Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan,” (Q.S. Al-Waqi’ah: 83)

Keempat

{كَلَّآ إِذَا بَلَغَتِ ٱلتَّرَاقِىَ}

“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke kerongkongan,” (Q.S. Al-Qiyamah: 26)

Thursday, March 7, 2013

KEPERCAYAAN ANIMISME: Perpindahan Ruh



Orang mengartikan perpindahan ruh itu suatu kepercayaan bahwa ruh manusia setelah manusia mati pindah kepada orang lain atau kepada seekor binatang untuk hidup langsung di atas bumi dengan bentuk-bentuk yang baru. Kepercayaan seperti orang-orang Hindu mengenai perpindahan ruh itu tidak terdapat dalam kepercayaan orang-orang animisme di Indonesia, tetapi animisme percaya bahwa setelah manusia mati, ruhnya menjalankan kehidupannya sendiri di alam ruh. Walaupun demikian masih terdapat kepercayaan, bahwa orang-orang yang mati itu ruhnya ada yang pindah kepada orang lain, atau kepada binatang dan pohon. Suatu kepercayaan umum ialah ada seorang anak yang mukanya mirip salah seorang dari orang tuanya, maka orang tuanya itu tidak panjang umurnya, karena roh orang tuanya itu pindah kepada anaknya yang mirip dengan rupanya.

KEPERCAYAAN ANIMISME: Pemujaan Kepada Makhluk Halus dan Dewa


Selain kepada ruh-ruh dari orang-orang yang telah meninggal dunia, kebanyakan bangsa Indonesia percaya pula kepada dewa-dewa dan makhluk-makhluk halus yang bukan asal dari manusia. Dewa-dewa dan makhluk-makhluk halus itu yang dianggap menyebabkan adanya bencana-bencana alam dan kecelakaan-kecelakaan, yang dipandang bukan datang dari ruh-ruh manusia, seperti tanah longsor atau gempa bumi, gunung meletus dan sebagainya. Kalau orang sehari-hari merasa berhubungan dengan ruh-ruh orang yang sudah meninggal dunia, maka orang berpendapat dewa-dewa dan makhluk-makhluk halus itu sekali-sekali menyusahkan manusia, yang ada pengaruhnya kepada kehidupan manusia sehari-hari. Dengan demikian rakyat menyerahkan urusan dewa-dewa dan makhluk halus itu kepada dukun-dukun, yang lambat lain menjadi berkembang, dan itu bersikap sedemikian rupa sehingga tampak mereka menyelubungi pengetahuannya dengan penuh rahasia.

Tuesday, March 5, 2013

KEPERCAYAAN ANIMISME: Kepercayaan Kepada Ruh Pribadi Manusia



Pada suku-suku bangsa Indonesia ruh pribadi itu ada namanya sendiri-sendiri, seperti semangat artinya ‘yang panas’ tonoana artinya yang kecil, di Sulawesi ada yang diberi nama ‘aku kedua’ dan sebagainya. Orang Indonesia purbakala ada yang menyamakan ruh itu sama dengan bayangan orang. Banyak hal atau peristiwa yang ada hubungannya dengan bayangan ini, misalnya kepercayaan orang tidak boleh menginjak bayangan orang lain, orang tidak boleh makan pada tempat yang jatuh bayangan orang lain dan sebagainya.

Nama orang dianggap penjelmaan dari ruhnya. Oleh karena itu apabila orang mengenal nama orang lain maka ia dapat menguasainya. Ruh manusia dianggap sebagai barang yang enteng (ringan) seperti kupu-kupu dan burung mudah terbang ke mana-mana. Ada kepercayaan apabila ada kupu-kupu masuk ke rumah suatu tanda akan ada tamu jauh yang datang.

Ruh dapat meninggalkan badan tanpa meninggalkan kerusakan pada badan itu. Hanya kalau perpisahan itu terlalu lama maka badan lambat laun menjadi rusak, kemudian mati. Selama tidur, ruh meninggalkan badan dan pergi berkeliling, maka segala sesuatu yang dilihat sepanjang perjalanan, menjadi mirip bagi yang mempunyai ruh itu. Oleh karena orang hidup dengan cara demikian maka ruhnya dapat bertemu dengan ruh orang-orang yang sudah mati, maka mimpi itu mendapati arti yang besar dan dapat dianggap suatu ramalan. Oleh keinginan yang kuat atau oleh kekagetan yang mendadak, oleh ketidakpuasan, oleh keadaan hidup yang tak menyenangkan karena kekurangan dan lain sebagainya, maka akhirnya terjadilah ruh itu lari meninggalkan badan. Untuk menjaga jangan sampai demikian, maka orang mengikatkan sesuatu pada pergelangan-pergelangan tangan dan kaki. Adapun tempat-tempat ruh keluar dari badan atau masuk badan adalah ubun-ubun kepala, tempat atau lubang pernapasan besar, selanjutnya segala lubang dari badan, yaitu mulut, telinga, mata, demikian pula persambungan tulang-tulang. Ruh seseorang dapat dibujuk oleh orang lain agar ia keluar dari badan. Dengan demikian orang percaya secara umum, bahwa apabila orang memiliki kuku, rambut, pakaian, sisa-sisa makanan orang lain, maka ia dapat berkuasa atas ruhnya, sehingga dapat merusak tubuhnya. Dalam waktu perang ruh-ruh lawan dibujuk agar dapat menguasai badannya. Orang yang telah mati sering terjadi ruhnya membawa ruh orang yang masih hidup, yang dapat menyebabkan matinya orang-orang yang ruhnya dibawa oleh ruh si mati tadi.

Saturday, March 2, 2013

KEPERCAYAAN ANIMISME: Kepercayaan Kepada Serba Ruh atau Zat Ruh

Akar Pohon Beringin
Sumber Foto: http://forclime-photocontest.com

Menurut kepercayaan animisme, zat ruh itu mengisi segala sesuatu dan memberi hidup kepada seluruh makhluk, berhubungan erat dengan masyarakat secara komunal, pada suku-suku bangsa Indonesia mengikat anggota-anggota keluarga dari berbagai golongan satu sama lain menjadi satu, di mana perorangan (orang seorang) tinggal di belakang sekali. Semakin orang Indonesia berperasaan individualitas oleh perkembangan masyarakatnya dalam perkenalan dengan agama-agama Kristen dan Islam, semakin ia menjadi sadar bahwa ia memiliki suatu ruh pribadi (persoonlijk). Bahkan binatang dan tumbuh-tumbuhan yang sangat penting artinya bagi manusia dianggap memiliki ruh manusia.

Dari segala makhluk, manusialah yang ada di tingkat tertinggi. Oleh karena itu pada manusia dianggap ada zat ruh yang tertinggi. Penyakit atau sakit pada anggota-anggota badan disebabkan karena kekurangan zat ruh, sehingga orang berdaya upaya untuk menambah kekurangan zat ruh itu dengan zat ruh orang lain atau dari tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang. Demikianlah sebagian perbuatan pemenggalan kepala orang lain, gunanya untuk memiliki zat ruh si korban dengan diminum darahnya atau dimakan benak otaknya, agar menjadi tambah berani karena zat ruhnya makin berlimpah-limpah.

Demikian pula orang tidak memakan daging binatang rusa atau kijang atau sebangsanya, karena dijaga jangan sampai watak binatang tersebut pindah kepada dirinya menjadi pengecur. Arah juga dianggap menjadi tempat persemayaman zat ruh, sehingga sering dijadikan sajian atau buat bagian-bagian rumah atau senjata, agar menjadi tambah kuat dan bertuah. Meminum darah pihak lain juga dilakukan untuk mengadakan perjanjian perdamaian atau persaudaraan, di Ambon disebut pella dan saudara pella itu lebih erat daripada saudara kandung.

KEPERCAYAAN ANIMISME: Asal dan Arti Kata

Makam Raja-Raja Tallo di Makassar. Sumber foto: isnuansa.com


Kata animisme berasal dari bahasa Latin anima, artinya nyawa (ruh).

Tylor, orang yang pertama-tama mempelajari alam ruh pada bangsa-bangsa yang masih primitif (sederhana), berpendapat bahwa animisme ialah kepercayaan adanya ruh (nyawa) pada benda-benda, batu-batu, kayu-kayu, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan makhluk-makhluk yang lain yang terdapat di dunia. Kepercayaan ini kebalikannya dari kepercayaan materialisme (dahriyyah) atau kebendaan.

Van Gennep, berpendapat hampir sama dengan Tylor, hanya bedanya ruh manusia tidak dimasukkan ke dalamnya dan ia menyebut bukan animisme, tetapi dinamisme (serba tenaga).

A.C. Kruyt, memisahkan antara animisme dengan spiritisme. Segala kepercayaan yang bersangkutan dengan urusan nyawa dari makhluk-makhluk di dunia ini termasuk ke dalam animisme dan yang dipandang dari penjelmaan kekuatan alami dahsyat, kepercayaan ini termasuk daemonologie dan spiritisme. Penyembahan berhala adalah satu akibat dari kepercayaan-kepercayaan tersebut di atas.

Dengan perkataan animisme ini dimaksudkan untuk membuat tinjauan dunia (masyarakat) yang sederhana dari suku-suku bangsa yang terdapat di Kepulauan Indonesia, yang belum dipengaruhi secara langsung oleh agama-agama Hindu, Islam, Kristen dan lain-lainnya. Di samping itu harus diingat, bahwa juga di tempat-tempat yang telah kemasukan salah satu dari agama tersebut, sebagaimana juga di tempat-tempat di luar negeri, banyak dari kepercayaan lama dari rakyt tetap hidup langsung dalam bentuk yang telah tercampur (telah terpadu bersenyawa, sinkretisme).

Kepercayaan Masyarakat Indonesia


Kata kepercayaan menurut ilmu makna kata (semantik), mempunyai beberapa arti:

  1. Iman kepada agama.
  2. Anggapan (keyakinan) bahwa benar sungguh ada, misalnya kepada dewa-dewa dan orang-orang halus.
  3. Dianggap benar dan jujur, misalnya orang kepercayaan.
  4. Setuju kepada kebijaksanaan pemerintah atau pengurus.



Kata kepercayaan menurut istilah (terminologi) di Indonesia pada waktu ini, ialah keyakinan kepada Ketuhanan Yang Mahaesa di luar agama atau tidak termasuk ke dalam agama.

Kata masyarakat artinya pergaulan hidup manusia (sehimpun orang yang hidup bersama di sesuatu tempat dengan ikatan-ikatan peraturan yang tentu).

Kepercayaan masyarakat Indonesia dalam judul tersebut di atas yang dimaksud adalah kepercayaan atau keyakinan rakyat Indonesia pada dewasa ini kepada Tuhan Yang Mahaesa dan kepercayaan kepada keadaan yang gaib lainnya. Untuk mengetahui dasar-dasar dan unsur-unsur yang melahirkan kepercayaan masyarakat Indonesia pada umumnya, lebih dulu kita harus mengetahui kepercayaan-kepercayaan rakyat dan agama rakyat Indonesia sejak zaman purbakala sampai masa kemerdekaan Indonesia ini.

Kepercayaan rakyat zaman purbakala ialah Animisme, sedang agama rakyat Indonesia yang diakui berdasarkan Undang-undang no. 5/1969 yaitu: Islam, Hindu, Budha, Katolik dan Protestan.





Sumber: Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia, Prof. Kamil Kartapradja, Yayasan MasAgung, Jakarta 1985

Friday, March 1, 2013

Setiap Umat Memiliki Ajal



Allah Ta’ala berfirman:

{ وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ كِتَٰبًۭا مُّؤَجَّلًۭا ۗ وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ ٱلدُّنْيَا نُؤْتِهِۦ مِنْهَا وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ ٱلْءَاخِرَةِ نُؤْتِهِۦ مِنْهَا ۚ وَسَنَجْزِى ٱلشَّٰكِرِينَ}

“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Q.S. Ali Imran: 145)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menafsirkan, Allah Ta’ala mengabarkan bahwa semua yang bernyawa pasti akan mati sesuai ajalnya atas izin, takdir dan ketetapan-Nya. Siapapun yang ditakdirkan mati pasti mati meski tanpa sebab, dan siapapun yang dikehendaki tetap hidup pasti hidup, sebab apa pun yang datang menghampiri tidak akan membahayakan yang bersangkutan sebelum ajalnya tiba karena Allah Ta’ala telah menetapkan dan menakdirkannya hingga batas waktu yang telah ditentukan.

{ وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌۭ ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةًۭ ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ}

“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya.” (Q.S. Al-A’raf: 34)

Wednesday, February 27, 2013

PERILAKU JAHILIYAH: 14 Menganggap Jikalau Ia Benar, Niscaya Mereka Lebih Berhak




Menilai batilnya sesuatu dengan dalil seandainya sesuatu itu benar niscaya mereka lebih berhak terhadapnya.

Allah berfirman:

{ وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَوْ كَانَ خَيْرًۭا مَّا سَبَقُونَآ إِلَيْهِ ۚ وَإِذْ لَمْ يَهْتَدُوا۟ بِهِۦ فَسَيَقُولُونَ هَٰذَآ إِفْكٌۭ قَدِيمٌۭ}

“Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: "Kalau sekiranya dia (Al Qur'an) adalah suatu yang baik, tentulah mereka tiada mendahului kami (beriman) kepadanya. Dan karena mereka tidak mendapat petunjuk dengannya maka mereka akan berkata: "Ini adalah dusta yang lama".” (Q.S. Al-Ahqaf: 11)

Setelah firman Allah:

{ قُلْ أَرَءَيْتُمْ إِن كَانَ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ وَكَفَرْتُم بِهِۦ وَشَهِدَ شَاهِدٌۭ مِّنۢ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ عَلَىٰ مِثْلِهِۦ فَـَٔامَنَ وَٱسْتَكْبَرْتُمْ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ}

“Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, bagaimanakah pendapatmu jika Al Qur'an itu datang dari sisi Allah, padahal kamu mengingkarinya dan seorang saksi dari Bani Israel mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang disebut dalam) Al Qur'an lalu dia beriman, sedang kamu menyombongkan diri. Sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim".” (Q.S. Al-Ahqaf: 10)





Sumber: Syarh Masaail Al-Jahiliyyah, Mahmud Syukry Al-Alusy
Penerjemah: Agus Hasan Bashory
Diketik ulang dari buku ‘Mewaspadai 100 Perilaku Jahiliyah’

PERILAKU JAHILIYAH: 13 Enggan Ikuti Kebenaran Karena Telah Diikuti Kaum Dhuafa’


Termasuk perkara Jahiliyyah adalah berpaling dari mengikuti kebenaran yang telah diikuti oleh kaum dhuafa’ karena kesombongan dan kecongkakan.

Maka Allah membantah mereka dengan firman-Nya dalam surat Al-An’am:

{ وَلَا تَطْرُدِ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَوٰةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُۥ ۖ مَا عَلَيْكَ مِنْ حِسَابِهِم مِّن شَىْءٍۢ وَمَا مِنْ حِسَابِكَ عَلَيْهِم مِّن شَىْءٍۢ فَتَطْرُدَهُمْ فَتَكُونَ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ (52) وَكَذَٰلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُم بِبَعْضٍۢ لِّيَقُولُوٓا۟ أَهَٰٓؤُلَآءِ مَنَّ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنۢ بَيْنِنَآ ۗ أَلَيْسَ ٱللَّهُ بِأَعْلَمَ بِٱلشَّٰكِرِينَ (53)}

“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedang mereka menghendaki keridaan-Nya. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka pun tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, sehingga kamu termasuk orang-orang yang lalim. Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang yang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata: "Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah oleh Allah kepada mereka?" (Allah berfirman): "Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?"” (Q.S. Al-An’am: 52-53)

Semisal dengan ini adalah firman-Nya:

{ عَبَسَ وَتَوَلَّىٰٓ (1) أَن جَآءَهُ ٱلْأَعْمَىٰ(2)}

“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya.” (Q.S. Abasa: 1-2)

Inti bantahan kepada mereka adalah sesungguhnya orang yang beriman dari kaum dhuafa’ itu mendasarkan keimanannya keada bukti, tidak seperti yang diklaim oleh musuh-musuh mereka. Engkau tidaklah bertanggung jawab tentang mereka dan mereka tidak bertanggung jawab tentang hisabmu, maka mengusir mereka dari pintu keimanan adalah suatu kezaliman.





Sumber: Syarh Masaail Al-Jahiliyyah, Mahmud Syukry Al-Alusy
Penerjemah: Agus Hasan Bashory
Diketik ulang dari buku ‘Mewaspadai 100 Perilaku Jahiliyah’




PERILAKU JAHILIYAH: 12 Menuduh Tidak Ikhlasnya Pengikut Kebenaran


Termasuk sifat orang-orang Jahiliyyah adalah menuduh orang-orang yang mengikuti kebenaran sebagai orang yang tidak ikhlas dan berambisi mencari dunia. Maka Allah Ta’ala membantah mereka dengan sabda Nabi-Nya yang Dia ceritakan dalam kisah Nuh alaihissalam:

{ قَالُوٓا۟ أَنُؤْمِنُ لَكَ وَٱتَّبَعَكَ ٱلْأَرْذَلُونَ (111) قَالَ وَمَا عِلْمِى بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ (112) إِنْ حِسَابُهُمْ إِلَّا عَلَىٰ رَبِّى ۖ لَوْ تَشْعُرُونَ (113) }

“Mereka berkata: "Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?" Nuh menjawab: "Bagaimana aku mengetahui apa yang telah mereka kerjakan? Perhitungan (amal perbuatan) mereka tidak lain hanyalah kepada Tuhanku, kalau kamu menyadari.” (Q.S. Asy-Syu’ara: 111-113)

Maksud mereka, “Para pengikutmu itu kaum fakir miskin. Mereka beriman kepadamu untuk mendapatkan kehidupan yang mereka inginkan. Keimanan mereka bukan karena dalil yang membuktikan kebenaran ajaran yang kau bawa.” Karena itu, Allah membantah mereka dengan bantahan di atas.







Sumber: Syarh Masaail Al-Jahiliyyah, Mahmud Syukry Al-Alusy
Penerjemah: Agus Hasan Bashory
Diketik ulang dari buku ‘Mewaspadai 100 Perilaku Jahiliyah’