Monday, February 25, 2013

15 Ucapan Imam Abu Hanifah Tentang Qadar



[1] Seorang pria pernah datang kepada Abu Hanifah untuk berdebat masalah qadar. Maka beliau berkata kepadanya:

«أما علمت أن الناظر في القدر كالناظر في عيني الشمس كلما ازداد نظرًا ازداد تحيرًا»

“Tidakkah kau tahu, bahwa orang yang memandang masalah qadar itu laksana orang yang memandang matahari, semakin dalam ia memandang semakin pusing.”[1]



[2] Imam Abu Hanifah berkata:

«وكان الله تعالى عالمًا في الأزل بالأشياء قبل كونها»

“Allah Ta’ala mengetahui dalam azali tentang segala urusan sebelum sesuatu tersebut ada.”[2]



[3] Imam Abu Hanifah berkata:

«يعلم الله تعالى المعدوم في حالة عدمه معدومًا ويعلم أنه كيف يكون إذا أوجده، ويعلم الله تعالى الموجود في حال وجوده موجودًا ويعلم كيف يكون فناؤه»

“Allah Ta’ala Maha Mengetahui yang tidak ada pada saat tidak adanya sebagai sesuatu yang tidak ada, dan Allah Maha Mengetahui bagaimana keadaan sesuatu yang tidak ada tersebut ketika Ia adakan. Allah Ta’ala pun mengetahui sesuatu yang ada ketika ia ada sebagai sesuatu yang ada, dan Ia Maha Mengetahui bagaimana keadaan binasa (tidak ada)nya.”[3]



[4] Imam Abu Hanifah berkata:

«وقدره في اللوح المحفوظ»

“QadarNya ada di Lauh Mahfuzh.”[4]



[5] Imam Abu Hanifah berkata:

«ونقر بأن الله تعالى أمر بالقلم أن يكتب فقال القلم، ماذا أكتب يا رب؟ فقال الله تعالى: اكتب ما هو كائن إلى يوم القيامة »

“Kita mengakui bahwa Allah Ta’ala menyuruh pena untuk menulis,maka pena berkata, ‘Ya Rabbi, apa yang aku tulis?’ Allah Ta’ala berfirman, “Tulislah apa saja yang terjadi sampai hari Kiamat.””
“Kita mengimani ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala:

{وَكُلُّ شَيْءٍ فَعَلُوهُ فِي الزُّبُرِ * وَكُلُّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ مُسْتَطَرٌ}

“Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tertulis dalam buku-buku catatatn. Dan segala (urusan) yang kecil dan yang besar adalah tertulis.” (Q.S. Al-Qamar: 52-53)[5]




[6] Imam Abu Hanifah berkata:

«ولا يكون في الدنيا ولا في الآخرة شيء إلا بمشيئته»

“Tidak ada sesuatu pun, baik di dunia maupun di akherat kecuali dengan masyiah (kehendak)Nya.”[6]



[7] Imam Abu Hanifah berkata:

«خلق الله الأشياء لا من شيء»

“Allah telah menciptakan segala sesuatu bukan daru sesuatu.”[7]



[8] Imam Abu Hanifah berkata:

«وكان الله تعالى خالقًا قبل أن يخلق»

“Allah Ta’ala itu Khaliq (Pencipta) sebelum Ia Mencipta.”[8]



[9] Imam Abu Hanifah berkata:

«نقر بأن العبد مع أعماله وإقراره ومعرفته مخلوق، فلما كان الفاعل مخلوقًا فأفعاله أولى أن تكون مخلوقة»

“Kita mengakui bahwa hamba beserta seluruh amalnya, pengakuan dan pengetahuannya adalah makhluk. Maka jika si pelaku semua itu adalah makhluk, lebih-lebih pekerjaannya.”[9]



[10] Imam Abu Hanifah berkata:

«جميع أفعال العباد من الحركة والسكون كسبهم والله تعالى خالقها وهي كلها بمشيئته وعلمه وقضائه وقدره»

“Seluruh perbuatan hamba, baik gerak maupun diamnya adalah hasil usaha mereka, tetapi Penciptanya adalah Allah. Semuanya ada dalam masyi’ah Allah, ilmu, qadha dan qadar-Nya.”[10]



[11] Imam Abu Hanifah berkata:

«وجميع أفعال العباد من الحركة والسكون كسبهم على الحقيقة والله تعالى خلقها وهي كلها بمشيئته وعلمه وقضائه وقدره، والطاعات كلها كانت واجبة بأمر الله تعالى وبمحبته وبرضاه وعلمه ومشيئته وقضائه وتقديره، والمعاصي كلها بعلمه وقضائه وتقديره ومشيئته لا بمحبته ولا برضائه ولا بأمره»

“Semua perbuatan hamba, baik gerak maupun diamnya merupakan hasil usaha mereka secara hakikat, sedang Allah Ta’ala lah yang menciptakan semuanya itu dengan masyi’ah-Nya, ilmu, qadha dan qadar-Nya. Ketaatan seluruhnya wajib dengan perintah Allah, dengan mahabbah (cinta)Nya, ridha, ilmu, masyi’ah, qadha, dan qadar-Nya. Sedang kemaksiatan seluruhnya juga dengan ilmu Allah, qadha, taqdir dan masyi’ah-Nya, tetapi bukan dengan mahabbah-Nya, juga bukan dengan ridha dan perintah-Nya.”[11]



[12] Imam Abu Hanifah berkata:

«خلق الله تعالى الخلق سليمًا من الكفر والإيمان  ثم خاطبهم وأمرهم ونهاهم، فكفر من كفر بفعله وإنكاره وجحوده الحق بخذلان الله تعالى إياه، وآمن من آمن بفعله وإقراره وتصديقه بتوفيق الله تعالى ونصرته له»

“Allah Ta’ala telah menciptakan makhluk dalam keadaan kosong dari kekufuran dan dari iman.[12] Kemudian Allah menyeru, menyuruh, dan melarang mereka, maka kafirlah orang yang telah kafir dengan perbuatannya, dengan pengingkaran dan penentangannya terhadap haq, dengan penghinaan Allah kepadanya, dan berimanlah orang yang telah beriman dengan perbuatannya, dengan pengakuan dan pembenarannya, dengan taufiq Allah Ta’ala dan dengan pertolongan-Nya kepadanya.”[13]



[13] Imam Abu Hanifah berkata:

«وأخرج ذرية آدم من صلبه على صور الذر، فجعلهم عقلاء فخاطبهم وأمرهم بالإيمان ونهاهم عن الكفر، فأقروا له بالربوبية فكان ذلك منها إيمانًا فهم يولدون على تلك الفطرة، ومن كفر بعد ذلك فقد بدّل وغيّر، ومن آمن وصدق فقد ثبت عليه وداوم»


“Allah telah mengeluarkan anak cucu Adam dari tulang rusuknya dalam berbagai bentuk keturunan, lalu Allah jadikan mereka berakal, kemudian Ia seru mereka dan Ia suruh untuk beriman, serta melarang mereka dari kekufuran, maka mereka pun mengakui rububiyah Allah. Kemudian terbitlah keimanan dari mereka sehingga mereka dilahirkan dalam fitrah tersebut. Jika ada orang yang kafir setelah itu, itu karena ia telah merubah dan menggantinya. Barangsiapa beriman dan membenarkan yang Haq, berarti ia tetap dalam keimanannya dan tidak merubahnya.”[14]



[14] Imam Abu Hanifah berkata:

«وهو الذي قدر الأشياء وقضاها ولا يكون في الدنيا ولا في الآخرة شيء إلا بمشيئته وعلمه وقضائه وقدره، وكتبه في اللوح المحفوظ»

“Dan Dialah yang menetapkan segala sesuatu dan memastikannya, dan tidaklah ada sesuatupun, baik di dunia maupun di akhirat melainkan dengan masyi’ah, ilmu, qadha dan qadar-Nya, dan hal itu ditulis di Lauh Mahfuzh.”[15]



[15] Imam Abu Hanifah berkata:

«لم يجبر أحدًا من خلقه على الكفر ولا على الإيمان، ولكن خلقهم أشخاصًا والإيمان والكفر فعل العباد، ويعلم تعالى من يكفر في حال كفره كافرًا، فإذا آمن بعد ذلك فإذا علمه مؤمنًا أحبه من غير أن يتغير علمه»

“Allah tidak memaksa seorang hamba pun untuk kafir maupun beriman, tetapi Allah telah menciptakan mereka sebagai manusia, sedang iman dan kufur merupakan pekerjaan mereka. Allah Ta’ala mengetahui orang yang kafir saat kafirnya, bahwa ia kafir. Jika ia beriman setelah itu, maka Ia mencintainya dengan tanpa berubah ilmu dan pengetahuan-Nya.”[16]


[1] Qalaa’id Al-Uquud Al-Uqyan
[2] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 302-303
[3] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 302-303
[4] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 302
[5] Al-Washiyyah wa Syarhuha, hal. 21
[6] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 302
[7] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 302
[8] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 304
[9] Al-Washiyyah wa Syarhuha, hal. 14
[10] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 303
[11] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 303
[12] Yang benar adalah sebagai berikut: “Allah telah menciptakan makhluk di atas fitrah Islam”, sebagaimana yang akan dijelaskan oleh Abu Hanifah.
[13] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 302-303
[14] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 302
[15] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 302
[16] Al-Fiqh Al-Akbar, hal. 303


Sumber: I'tiqaad Al-A'immah Al-Arba'ah, Muhammad bin Abdurrahman Al-Khumais


No comments:

Post a Comment